Chronic Kidney Disease

Yazar:   Tarih:   Kategori: Alternatif Tıp 

Chronic Kidney Disease

Penyakit ginjal kronis,merupakan permasalahan bidang nefrologi dengan angka kejadiannya masih cukup tinggi, etiologi luas dan komplek, sering tanpa keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun ke stadium terminal (gagal ginjal terminal).

Pasien penyakit ginjal kronis dievaluasi selain untuk menetapkan diagnosa jenis penyakit ginjal, juga untuk mengetahui adanya penyakit penyerta, derajat penyakit dengan menilai fungsi ginjal, komplikasi yang terkait dengan derajat fungsi ginjal.

DEFINISI
Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berdasarkan kelainan patologik atau petanda kerusakan ginjal seperti kelainan pada urinalisis, dengan penurunan laju filtrasi glomerulus ataupun tidak. Penyakit ginjal kronik ditandai dengan penurunan semua faal ginjal secara bertahap, diikuti penimbunan sisa metabolisme protein dan gangguan keseimbangan cairan dan elrektrolit.

Kriteria
1. Kerusakan ginjal selama 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan :
– Kelainan patologik atau
– Petanda kerusaakan ginjal seperti kelainan pada komposisi darah atau urine atau
kelainan pada pemeriksaan pencitraan
2 Laju filtrasi glomerulus < 60 mL/min/1,73 m² selama > 3 bualn, dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.

KLASIFIKASI
Pada individu dengan PGK, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus (LFG), yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai LFG yang lebih rendah berdasarkan ada atau tidak adanya penyakit ginjal.

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu :
a. Derajat (stage) yaitu berdasarkan LFG dengan rumus Kockroft – Gault.

Klasifikasi atas dasar diagnosis

DERAJAT
PENJELASAN
LFG (ml/mn/1.73m2)
1

Kerusakan ginjal dgn LFG normal atau ↑

≥ 90
2

Kerusakan ginjal dgn LFG ↓ ringan

60 – 89
3

Kerusakan ginjal dgn LFG ↓ ringan

30 – 59
4

Kerusakan ginjal dgn LFG ↓ ringan

15 – 29
5

Gagal ginjal

< 15 atau dialisis

b. Berdasarkan diagnosa kausa/etiologi
Berdasarkan diagnosa kausa/etiologi

PENYAKIT
TYPE MAYOR (CONTOH)

Penyakit ginjal diabetes
– Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal
non diabetes
– Penyakit glomerular (penyakit otoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasia), Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi, mikroangiopati), Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan obat), Penyakt kistik (ginjal polikstik)
Penyakit pada transplantasi

– Rejeksi kronik, Keracunan obat (siklosporin/takrolimus), Penyakit recurrent (glomerular), Transplant glomerulopathy

Hubungan antara penurunan LFG (LFG) dan gambaran klinis sebagai berikut :
a) Penurunan cadangan faal ginjal (LFG = 40-75%)
Pada tahap ini biasanya tanpa keluhan, karena faal ekskresi dan regulaasi masih dapat dipertahankan normal. Masalah ini sesuai dengan konsep intac nephron hypothesis.
Kelompok pasien ini sering ditemukan kebetulan pada pemeriksaan laboratorium rutin.
b) Insufisiensi renal (LFG = 20-50%)
Pasien PGK pada tahap ini masih dapat melakukan aktivitas normal walaupun sudah memeperlihatkan keluhan-keluhan yang nerhubungan dengan retensi azotemia. Pada pemeriksaan hanya ditemukan hipertensi (glomerulopati), anemia (penurunan HCT) dan hiperurikemia. Pasien pada tahap ini mudah terjun ke sindrom acute on chronik renal failure artinya gambaran klinis penyakit ginjal akut (GGA) paada seorang pasien penyakit ginjal kronis (GGK). Sindrom ini sering berhubungan dengan factor-faktor yang memperburuk faal ginjal (LFG).
Sindrom acute on chronik renal failure :
– Oliguria
– Tanda-tanda overhydration (bendungan paru, bendungan hepar, kardiomegali).
– Edema perifer (ekstrimitas & otak)
– Asidosis, hiperkalemia
– Anemia
– Hipertensi berat
c) Gagal ginjal (LFG = 5-25%)
Gambaran klinis dan laboratorium makin nyata : anemia, hipertensi, overhydration atau dehidrasi, kelainan laboratorium seperti penurunan HCT, hiperurikemia, kenaikan ureum & kreatinin serum, hiperfosfatemia, hiponatremia dilusi atau normonatremia, kalium serum biasanya masih normal.
d) Sindrom azotemia
Sindrom azotemia (istilah lama uremia) dengan gambaran klinis sangat komplek dan melibatkan banyak organ (multi organ).
Secara garis besar sindrom azotemia terdiri dari:
* Neuropsikiatri
* Okuler: – red-eye syndrome
– band keratopathy
– retinopathy hypertensive
* Saluran cerna atas: – haus, stomatitis
* Endokrin: – hipertrofi paratiroid
– hiperparatiroidisme sekunder
* Paru: – uremic lung
– respirasi Kussmaul
* Kardiovaskuler: – hipertensi
– kardiomiopati
– perikarditis
– gagal jantung kongestif
* Saluran cerna bawah: – hiccup, mual, muntah
* Ginjal: – mengisut ( contracted )
– polikistik
* Urogenital: – poliuria, nokturiaa, proteinuria, hematuria
* Otot: – miopati
* Kulit: – kering, efek garukan
* ekstremitas: – sembab
* Neuropati perifer: – footdrop, numbness

ETIOLOGI
Umumnya penyakit ginjal kronis disebabkan penyakit ginjal instrinsik difus dan menahun. Tetapi hampir semua nefropati bilateral dan progresif akan berakhir dengan gaagal ginjal kronik.
Umumnya penyakit diluar ginjal, misal nefropati obstruktif dapat menyebabkan kelainan ginjal intrinsik dan berakhir dengan gagal ginjal kronik.
Glomerulonefritis, hipertensi esensial dan pielonefritis merupakan penyebab paling sering dari gagal ginjal kronik, kira-kira 60%. Penyakit ginjal kronik yang berhubungan dengan penyakit ginjal polikistik dan nefropati obstruktif hanya 15-20%.
Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkhim gagal progresif dan difus, sering kali berakhir dengan penyakit ginjal kronik. Glomerulonefritis mungkin berhubungan dengan penyakit penyakit sistemi (glomerulonefritis sekunder) seperti SLE, poliartritis nodosa, granulomatosus Wagener. Glomerulonefritis yang berhubungan dengan diabetes mellitus (glomerulosklerosis) tidak jarang dijumpai dan dapat berakhir dengan penyakit ginjal kronik. Glomerulonefritis yang berhubungan dengan amiloidosis sering dijumpai pada pasien dengan penyakit menahun seperti tuberculosis, lepra, osteomielitis, arthritis rheumatoid dan mieloma.
Penyakit ginjal hipertensif (arteriolar nephrosclerosis) merupakan salah satu penyebab penyakit ginjal kronik. Insiden hipertensi esensial berat yang berakhir dengan gagal ginjal kronik <10 %.

Pola etiologi PGK
1. Glomerulonefritis
– Primer
– Sekunder
2. Penyakit ginjal herediter
3. Hipertensi esensial
4. Uropati obstruktif
5. Infeksi saluran kemih dan ginjal (pielonefritis)
6. Nefritis interstisial

Terdapat 3 patogenesis yang terjadi pada GGK diantaranya adalah:
a. Toksik Azotemia (metabolit toksik)
Toksik Azotemia adalah substansi normal, pada penurunan LFG menyebabkan retensi zat tersebut (Ureum, Metilguanidin, GSA).
Retensi zat-zat tersebut menyebabkan beberapa keluhan diantaranya : haus, poliuria, mual, anoreksia, stomatitis, kolitis, ulserasi mukosa duodenum dan gaster, perdarahan, perdarahan, kejang-kejang otot, parese saraf motorik, hipertrigliseridemia.

b. Trade off (Intak nephron)

Trade Off (Intak Nephron)

c. Kelainan Metabolisme
1) Metabolisme Karbohidrat
Terjadi PseudoDM, menurut beberapa penelitian gangguan metabolisme ini terjadi akibat antagonis insulin perifer, kelainan insulin basal, dan sekresi yang terlambat dari insulin terhadap beban glukosa.
2) Metabolisme Lemak
Hiprertrigliserida yang diduga akibat dari kenaikan sintesis Triglyserida-rich lipoprotein dalam hepar.
3) Metabolisme Protein
Pada orang normal pembatasan jumlah protein dalam waktu lama akan menyebabkan keseimbangan negatif dari nitrogen.Sebaliknya pada pasien GGK pembatasan jumlah protein tidak akan menyebabkan keseimbangan negatif dari nitrogen.
4) Metabolisme Asam urat
Hiperurikemia pada GGK tidak mempunyai hubungan dengan derajat penurunan faal ginjal, namun digunakan sebagai indikator penentuan diagnosis dini dari GGK.
5) Metabolisme Elektrolit
a. Metabolisme Na
Peningkatan ekskresi Na yang, yang diduga akibat natriuretic factor yang menghambat reabsorbsi ion Na pada tubulus ginjal. Normalnya Na diekskresikan sebesar 20-40 mEq/hari, tidak jarang mencapai 100-200mEq per hari pada keadaan salt-wasting.
Mekanisme salt-wasting, mempuyai hubungan dengan beberapa faktor diantaranya;
1. Beban urea
2. Redistribusi aliran darah intrarenal
3. Hormon/faktor natriuresis
4. Muntah-muntah
Bila kehilangan Na disertai penurunan volume cairan ekstraselular(VCES), akan diikuti penurunan filtrasi glomerulus,sehingga faal ginjal akan lebih buruk lagi.keadaan ini terjadi pada acute on chronic renal failure.bila kehilangan Na ini tidak disertai dengan kehilangan air, VCES normal,menyebabkan hiponatremia. Pembatasan garam pada pasien GGK, dapat membahayakan.Pada sebagian pasien GGK, terutama yang berhubungan dengan glomerulopati sering ekskresi Na menurun,terjadi retensi Na dan air dinamakan sembab.Jadi memahami metabolisme Na pada GGK sangat penting terutama untuk pemberian garam Na dalam menu.
b. Metabolisme Air
Gangguan kemampuan konsentrasi pada Gagal ginjal kronik tidak selalu berhubungan dengan penyakit dari collecting duct atau loop of Henle, lebih sering akibat beban urea dari nefron-nefron yang masih utuh.
Pada beberapa pasien gagal ginjal kronik dengan jumlah nefron makin berkurang, fleksibilitas untuk ekskresi air juga akan berkurang sehingga dengan mudah terjadi keracunan air (water overload). Keadaan water overload baik renal maupun ekstra renal dapat menyebabkan hiponatremia.
Defisit air diretai natrium(dehidrasi) lebih sering menyebabkan penurunan faal ginjal yang terbalikan pada pasien-pasien gagal ginjal sehingga terjadi oliguria, keadaan demikian dinamakan acute on chronic on failure.
Penurunan kemampuan untuk konsentrasi air sering kencing pada malam hari (nokturia). Bila nokturia in tidak diimbangi dengan pemberian air dapat menyebabkan dehidrasi pada malam hari. Keadaan dehidrasi ini akan memperburuk LFG. Keluhan mual dan muntah makin berat pada pagi hari seperti muntah sedang hamil muda (morning sickness).
c. Metabolisme Kalsium
Pada pasien GGK sering ditemukan hipocalsemia, disebabkan penurunan absorbsi Ca melalui usus dan gangguan mobilisasi Ca serta hiperfosfatemia.
d. Keseimbangan asam-basa
Pada GGK terjadi gangguan ekskresi ion H+ sehingga dapat menyebabkan asidosis sistemik dengan penurunan pH plasma dan darah.
Patogenesis asidosis metabolic pada gagal ginjal kronik:
a. Penurunan ekskresi ammonia karena kehilangan sejumlah nefron.
b. Penurunan ekskresi titrable acid terutama fosfat, karena asupan dan absorbsi melalui usus berkurang.
c. Kehilangan sejumlah bikarbonat melalui urine (bicarbonate wasting).
e. Fosfat
Hiperfosfatemia yang terjadi pada GGK memegang peranan penting pada hipocalsemia dan hiperparatiroidisme, dan akhirnya dapat menyebabkan penyebaran klasifikasi pada organ-organ lain(metastatic calcification).
g. Magnesium
Kenaikan serum Magnesium sangat jarang menimbulkan keluhan akan gejala, kecuali magnesium yang mengandung laksantif dan antasida akan menekan SSP.
6). Patogenesis terjadinya Asidosis metabolik pada GGK :
a. Penurunan ekskresi amonia karena kehilangan sejumlah nefron.
b. Penurunan ekskresi triable acid terutama fosfat,karena asupan dan absorbsi melalui usus berkurang.
c. Kehilangan sejumlah bikarbonat melalui urin (Bicarbonat Wasting).

TERAPI PASIEN PGK
Banyak faktor yang perlu dikendalikan untuk mencegah / memperlambat progresifitas penurunan faal ginjal (LFG). diantara penyakit dasar ginjal glomerulopati tergantung dari kelainan histopatologi ginjal, protein hewani, hiperkolesterolemia, hipertensi sistemik, gangguan elektrolit (hipokalsemia dan hipokalemia) merupakan faktor-faktor yang memperburuk faal ginjal.
· Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya penurunana LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah menurun samapai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
· Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien Penyakit Ginjal Kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid (superimposed factors) yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain, gangguan keseimbanagn cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.
· Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal
Pembatasan Asupan Protein. Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/mnt, sedangkan di atas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0,6-0,8/kg.bb/hari, yang 0,35-0,50 gr diantaranya merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari. Dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi pasien. Bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh tetapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama diekskresikan melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein yang mengandung ion hydrogen, fosfst, sulfat, dan ion unorganik lain juga diekskresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi protein pada pasien Penyakit Ginjal Kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lain, dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolik yang disebur uremia. Dengan demikian, pembatasan asupan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremic. Masalah penting lain adalah, asupan protein berlebih (protein overloaded) akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus (intaglomerulus hyperfiltration), yang akan meningkatkan progresifitas pemburukan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasan fosfat perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia.

PEMBATASAN ASUPAN PROTEIN & FOSFAT PD PGK

LFG ml/mnt
Asupan protein g/kg/hari
Fosfat g/kg/hr
> 60

– Tidak dianjurkan

Tdk dibatasi
25 – 60

– 0,6-0,8 kg/hr termasuk ≥ 0,35 gr/kg/hr nilai biologi tinggi

≤ 10 g
5 – 25

– 0,6-0,8 kg/hr termasuk ≥ 0,35 gr/kg/hr nilai biologi tinggi atau tambahan 0,3 g asam amino esensial atau asam keto

≤ 10 g
< 60
(sindrom nefrotik)

– 0,8/kg/hr (+1 gr protein / g proteinuria atau 0,3 g/kg tambahan asam amino esensial atau asam keto

≤ 9 g

Konsumsi Protein hewani tergantung LFG
· GGK ringan (LFG > 70ml/min/1,73 m2)
– Tanpa penurunan progresif LFG
Jumlah protein hewani yang dianjurkan antara 1,0-1,2 gr/kgBB/hari
– Disertai penurunan progresif LFG
Jumlah protein yang dianjurkan antara 0,55-0,60 gr/kgBB/hari dan lebih dari 0,35gr/kgBB/hari terdiri dari protein hewani dengan nilai biologis tinggi.
· GGK moderat (LFG 25-70ml/min/1,73 m2)
Jumlah protein yang dianjurkan 0,55-0,60gr/kgBB/hari, lebih dari 0,35gr/kgBB/hari protein nilai biologis tinggi atau 0,28 gr protein/kgBB/hari dengan 10-20gr/hari asam amio esensial atau asam keto.
· GGK tingkat lanjut (LFG 5-25ml/min/1,73 m2)
Jumlah protein yang dianjurkan antara 0,55-0,60gr/kgBB/hari,lebih 0,35gr/kgBB/hari protein nilai biologis tinggi atau 0,28gr protein/kgBB/hari dengan 10gr/hari asam amino esensial per keto.

Tujuan diet penyakit ginjal kronik adalah untuk:
Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal dengan memperhitungkan sisa fungsi ginjal, agar tidak memberatkan kerja ginjal.
· Mencegah dan menurunkan kadar ureum darah yang tinggi (uremia).
· Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
· Mencegah atau mengurangi progesivitas gagal ginjal, dengan memperlambat turunnya laju filtrasi glomerulus.
Penatalaksanaan konservatif gagal ginjal progressif
Terapi konservatif diadakan dini untuk mengendalikan gejala, meminimalkan komplikasi, mencegah akibat jangka panjang, dan memperlambat insufisiensi ginjal. Kadar fungsi ginjal harus ditegaskan dalam interval yang periodik, dan setiap komponen yang reversibel yang mungkin timbul harus dikoreksi.
Modifikasi diet merupakan aspek terapi konservatif yang penting. Restriksi dini natrium dapat penting. Sewaktu insufisiensi ginjal berlanjut, makanan yang tinggi kadar kalium dan fosfatnya sebaiknya dibatasi. Reduksi kandungan protein diet memperbaik anoreksia, nausea, dan vomitus dan jika dimulai dini (LFG >40 sampai 50 mL/menit) dapat menahan perburukan penyakit ginjal. Orang dewasa sebaiknya mendapatkan tidak kurang dari 0,6 gram protein/kgBB/hari untuk mencegah keseimbangan nitrogen negatif. Diet protein sebanyak 0,28-0,60 gr protein/kgBB/hari harus ditambahkan dalam terapi asam ketoamino esensial, menimbulkan penggunaan urea sebagai sumber nitrogen non-esensial.
Perbaikan ketidakseimbangan elektrolit, misalnya penggunaan natrium bikarbonat atau kalsium karbonat untuk memperbaiki asidosis metabolik dan bikarbonat, kombinasi dekstrosa insulin, resin pertukaran natrium-kalium untuk terapi hiperkalemia dapat diperlukan pada uremia yang lebih lanjut. Hipermagnesemia, hiperamilasemia, hipertrigliseridemia, dan intoleransi karbohidrat yang ringan umumnya tidak memerlukan atau tidak membutuhkan terapi. Untuk menghindari kalsifikasi visceral dan vaskuler, produk kalsium-fosfor sebaiknya <60. Pembatasan natrium, kalium, fosfat, dan protein dalam makanan sering terbukti tidak dapat diterima oleh pasien. Konsekuensinya, jika komplikasi uremia memburuk meski dengan penatalaksanaan konservatif, dialisis dan/ atau transplantasi ginjal merupakan pilihan yang masih ada untuk menyokong memperpanjang hidup.
Terapi Farmakologis untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat antihipertensi, disamping bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat pemburukan kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Beberapa studi membuktikan bahwa, pengendalian tekanan darah mempunyai peran yang sama pentingnya dengan pembatasan asupan protein, dalam memperkecil hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Di samping itu, sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan derajat proteinuria. Saat ini diketahui secara luas bahwa, proteinuria merupakan factor terjadinya pemburukan fungsi ginjal, dengan kata lain derajat proteinuria berkaitan dengan proses perburukan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.
Beberapa obat hipertensi, terutama penghambat enzim converting angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ACE inhibitor) , melalui beberbagai studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal. Hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria. Untuk mencapai tekanan darah yang optimal pasien PGK sering harus diberikan kombinasi 2 obat anti hipertensi.
HIPERTENSI
Secara garis besar, penyebab hipertensi adalah hasil akhir interaksi CO dan tahanan perifer :
Kerusakan ginjal akibat hipertensi
Kelainan ginjal akibat tekanan darah yang amat tinggi yang berlanjut ke tahapan gagal ginjal terminal apabila tidak diobati, pada saat ini sudah jarang didapat lagi. Kerusakan struktur ini dapat dicegah hanya dengan penurunan tekanan darah yang tak sampai ke tingkat normal. Tampak adanya kaitan yang erat antara tekanan darah yang tinggi dengan penurunan fungsi ginjal.
Mekanisme kerusakan ginjal akibat hipertensi
Hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan awal pada ginjal sampai saat ini belum mendapat jawaban yang jelas.Hal ini dikarenakan penyebab hipertensi primer itu sendiri belum diketahui. Faktor-faktor yang berpengaruh :
1. Melalui peningkatan tekanan intraglomerular yang menimbulkan gangguan
structural (glomerulosklerosis) dan gangguan fungsional (penurunan LFG, dan proteinuria).
2. Proteinuria saat ini diketahui dapat menimbulkan kerusakan ginjal melalui
reabsorpsi tubular sehingga terjadi kerusakan sel tubulus, inflamasi jaringan
interstitial dan fibrosis.
3. Berkurangnya densitas/ jumlah kapiler (capillary density) pada glomerulus
ataupun tubulus pada penderita hipertensi juga merupakan kemungkinan
timbulnya kerusakan ginjal. Pada hipertensi primer secara genetik terdapat jumlah nefron yang lebih sedikit dibandingkan orang normal.
Terjadi ketidakseimbangan antara peningkatan tekanan cairan ekstraseluler dan peningkatan tahanan perifer serta curah jantung yang dipengaruhi beberapa factor aktifator terhadap system rennin-angiotensin, rangsangan terhadap saraf simpatis, peranan vasokonstriktor dan vasodilatasi pembuluh darah.

Pengobatan pada pasien penyakit ginjal kronis dengan hipertensi

  1. Pembatasan cairan dan natrium
  2. Obat-obat antihipertensi

1.diuretika sangat berperan pada mekanisme pengurangan volume intravaskuler
dan penurunan curah jantung.
2.Menurut WHO-ISH Guidelines 1999, ADA Recommendation 2002, direkomendasikan sebagai berikut : penggunaan ACE Inhibitor maupun ARBs menunjukkan manfaat dalam menurunkan proteinuria maupun progresifitas penurunan fungsi ginjal. Bahwa hambatan aktifitas system RAA dengan ACE Inhibitor dan angiotensin II receptors blocker dapat menurunkan proteinuria pada pasien dengan penyakit ginjal kronis baik akibat diabetes maupun tidak.
Teori kerusakan vascular ginjal
Teori baru mengenai patogenesis hipertensi diajukan oleh Johnson dan Schniner. Pada mulanya diawali oleh hiperaktif sistem saraf simpatis yang kemungkinan besar berkaitan dengan factor genetic, familial atau lingkungan. Dalam hal ini berbagai stimulasi sistem saraf simpatis berkaitan dengan terdapatnya stress emosional, merokok, penggunaan alcohol, obat-obatan, kegemukan, penekanan batang otak bawaan, atau disfungsi baroreseptor. Selanjutnya terjadi aktivas sisitem renin-angiotensin-aldosteron, dapat melalui peningkatan angiotensinogen (disebabkan polimorfisme genetic, atau kontrasepsi oral), peningkatan renin oleh karena iskemia ginjal, hipokalemia, atau mekanisme yang lain yang meningkatan kadar angiotensin II. Selain meningkatkan tekanan darah, angiotensin II juga akan menstimulasi lebih lanjut sisitem saraf simpatis, sehingga terjadi stimulasi yang terus menerus. Pada awalnya kemampuan ginjal mengsekresi garam masih normal sehingga terjadi mekanisme pressure natriuresis yang membuang kelebihan garam dan menurunkan tekanan garam. Akan tetapi stimulasi yang berulang kali dapat menimbulkan kerusakan dari nefron ginjal sehingga mengurangi kemampuan membuang garam.
Peranan aktifitas system rennin angiotensin pada patogenensis hipertensi aniat d-ninan. Yang dapat dibuktikan juga dengan keberhasilan penggunaan obat golongan ACE inhibitor dan Angiotensin receptor blocker sebagai anti hipertensi.

ANEMIA PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS
Pasien PGK umumnya disertai dengan anemia dan terjadinya anemia dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain :

  1. Defisiensi eritropoietin
  2. Umur eritrosit yang memendek
  3. Toksin uremik yang menghambat proliferasi eritrosit
  4. Berkurangnya bahan pembentukan eritrosit karena diet yang ketat
  5. Hemolisis akut dan kronik
  6. Gangguan fungsi eritrosit
  7. Perdarahan saluran cerna
  8. Defisiensi besi
  9. Defisiensi folat
  10. Inhibitor uremik

Salah satu penanganan penting pada PGK adalah penanganan anemia. Anemia
telah terjadi sebelum pasien memerlukan dialysis dan akan memburuk sesuai dengan progesivitas penyakit ginjal. Semakin menurunnya fungsi ginjal semakin bertambah anemia, sebaliknya anemia yang berkepanjangan akan mempercepat proses memburuknya fungsi ginjal.

Patofisiologi Anemia pada Penyakit Ginjal Kronik
Penyebab utamanya adalah penurunan produksi eritropoietin oleh ginjal, akan tetapi banyak factor non renal yang ikut berkontribusi sebagai factor yang memperberat terjadinya anemia. Faktor-faktor tersebut : inflamasi, infeksi, masa hidup sel darah merah yang pendek,factor yang berpotensi menurunkan fungsi sum-sum tulang seperti, defisiensi asam folat, def besi, toksisitas.
Anemia merupakan factor yang berperan penting terhadap terjadinya hipertropi ventrikel kiri dan gangguan fungsi jantung. Komplikasi kardiovaskuler merupakan penyebab utama kematian pada pasien PGK.
Bila tubuh mengalami anemia maka tubuh akan berusaha mempertahankan oksigenisasi jaringan melalui dua mekanisme : mekanisme kompensasi non hemodinamik dan hemodinamik.
Penatalaksanaan anemia pada pasien penyakit ginjal kronik
Penatalaksanaan terutama ditujukan untuk penyebab utamanya.Transfusi darah hanya diberikan bila sangat perlu dan apabila transfuse tersebut dapat memperbaiki keadaan klinis secara nyata. Tetapi yang terbaik apabila hemoglobin <8gr/dl adalah dengan pemberian eritropoietin, tetapi pemakaian obat ini masih terbatas karena mahal.

Terapi Penggantian Ginjal
Masa kini hanya ada 2 pilihan untuk Gagal Ginjal Terminal

  • Dialisis :

– Hemodialisis (HD)
Continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD)

  • Tranplantasi.

Hemodialisis
Indikasi untuk inisiasi terapi dialisis :

  • Inisiasi terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan nutrisi.tetapi terapi dialisis terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
  • Keputusan untuk inisiasi terapi dialisis berdasarkan parameter laboratorium bila LFG antara 5 dan 8 ml/menit/1,73 m2.

Pemeriksaan LFG (radionuklida) paling tepat untuk mencerminkan faal ginjal yang sebenarnya, sesuai dengan klirens inulin. Pemeriksaan ini terbatas di RS rujukan. Untuk kepentingan klinis, estimasi klirens kreatinin dapat digunakan formula Cockcroft dan Gault.

Chronic Kidney Disease adlı konuya yorum yapmak ister misin? Etiketler

*

*

Yorum yapmak ister misin?

Acilservis.pro - Hakaret, imla kurallarına uymayan ve konu ile alakasız yorumlar kesinlikle onaylanmayacaktır.